Back to Story List

Profil Konflik Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Barat: PT AGRA MASANG PLANTATION (PT AMP)

Dalam menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit, PT AMP terekam berkonflik dengan beberapa kelompok masyarakat di Sumatera Barat.
Published : December 25, 2023 | Updated: February 16, 2024

PT Agra Masang Plantation (PT AMP) adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit anggota Wilmar International Limited. PT AMP tercatat memiliki IUP dengan SK Bupati Agam No 499 tanggal 8 agustus 2008 untuk lahan seluas 1.334 ha, SK Bupati Agam no 499 tanggal 8 agustus 200 dengan luas lahan 1.340 ha, SK Bupati Agam No 499 tanggal 8 agustus 2008 dengan luas lahan 4.360 ha, IUP No 499/2008 dengan luas lahan 7.920 ha, IUP-B No 188.45/583/BUP-PASBAR/2012 dengan luas lahan 1.300 ha, dan SK Bupati Agam No 99 tanggal 8 agustus 2000 dengan luas lahan 1.334 ha.

PT AMP juga tercatat memegang HGU No 9 dengan luas lahan 1.334 ha yang terbit pada tanggal 29 Oktober 1997 dan akan berakhir pada tanggal 19 Oktober 2027, HGU No 10 dengan luas lahan 1.340 ha terbit tanggal 29 oktober 1997 dan akan berakhir pada tanggal 24 oktober 1997, HGU no 11 dengan luas laham 4.360 ha terbit tanggal 31 matet 2004 dan akan berakhir pada tanggal 31 maret 2034, HGU no 12 dengan luas lahan 714 ha terbit tanggal 31 maret 2004 dan akan berakhir pada tanggal 31 maret 2034, HGU no 15 dengan luas lahan 1.300 ha dan akan berakhir pada tanggal 2034 dan HGU no 1 dengan luas lahan 178,42 ha dan akan berakhir pada tahun 2034. PT AMP memulai pembebasan tanah dan land clearing sekitar tahun 1994.

Konflik dengan Masyarakat Tiku V Jorong

Konflik berawal dari pengelolaan kebun plasma seluas 600 ha yang diserahkan pada bulan april 1997 oleh PT AMP kepada KUD Mutiara Sawit Jaya, tanpa melibatkan ninik mamak. Sebagai pemilik lahan, ninik mamak dan masyarakat Tiku V Jorong tidak terima kebijakan perusahaan, terlebih pengurus KUD merupakan anggota DPRD Agam dan Mantan Anggota DPR RI. Dana bagi hasil plasma selama 17 tahun dengan total 126 milyar yang diserahkan kepada KUD Mutiara Sawit tidak diterima oleh ninik mamak dan masyarakat pemilik lahan. Sehingga masyarakat tiku V jorong, labuhan dan subang-subang melakukan aksi protes dengan cara demonstrasi, blokade, dan somasi. Masyarakat menuntut pembayaran dana bagi hasil kebun plasma yang selama ini dikelola oleh KUD Mutiara Sawit Jaya dan menuntut aktivitas KUD dihentikan. Pada bulan agustus 2014, masyarakat menggugat KUD Mutiara Sawit Jaya dan PT AMP ke Pengadilan Negeri. Pada tahun 2015, KUD Mutiara Sawit Jaya dan PT AMP menyerahkan lahan plasma kepada Masyarakat Tiku V Jorong.


Konflik dengan masyarakat Bawan

Sekitar tahun 1994-1996, Ninik Mamak menyerahkan tanah ulayat seluas 4.360 ha yang terletak di Nagari Bawan dan Tiku V Jorong untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit PT AMP. Penyerahan lahan tersebut dengan kesepakatan 70% dibangun kebun inti perusahaan dan 30% untuk kebun plasma masyarakat pemilik lahan. Atas lahan tersebut telah keluar HGU No 11 tahun 2004. Namun, kebun plasma seluas 1.308 ha tidak diberikan oleh PT AMP. Sehingga masyarakat menuntut PT AMP membayarkan hak kebun plasma masyarakat. Pada tahun 2004 dan 2013, masyarakat melakukan aksi demonstrasi menuntut realisasi plasma dari PT AMP. Masyarakat juga pernah melaporkan perusahaan kepada Polres Agam. Selain itu, masyarkat juga telah mencoba menempuh upaya mediasi lebih dari 10 kali, namun pihak PT AMP dalam proses mediasi mengelak untuk memenuhi kewajiban pembayaran plasma masyarakat 30%, sehingga mediasi selalu gagal. Pihak perusahaan mengklaim telah membayarkan hasil plasma masyarakat seluas 226 ha. Namun, menurut masyarakat pembayaran hasil plasma 226 ha itu adalah untuk lahan yang terletak di PT AMP I HGU No 12 Tahun 2004, sementara yang belum dibayarkan pihak perusahaan adalah hak plasma di AMP II HGU No 11 tahun 2004. PT AMP belum membayarkan hak plasma masyarakat, dan masyarakat melarang PT AMP melakukan replanting pada lahan perkebunan HGU No 11 Tahun 2004. Pada tanggal 1 Juli 2020, Ninik Mamak Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari dan Nagari Tiku V Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara kembali meninjau lokasi HGU No 11 dan mendesak pihak perusahaan menyerahkan plasma seluas 30% dari 4.360 ha lahan yang diserahkan. Ninik mamak juga menuntut agar PT AMP menghentikan smeua aktifitas sebelum permasalahan plasma masyarakat diselesaikan. Namun, saat itu koordinator Humas PT AMP Mulyono hanya menyampaikan, akan melaporkan tuntutan ninik mamak secepatnya kepada atasannya. Bupati Agam, pada pertemuan dengan ninik mamak yang terhimpun di Kerapatan Adat Nagari (KAN) Bawan yang bertempat di hotel sakura syariah lubuk basung pada tanggal 13 juni 2021 menyatakan akan segera menyelesaikan persoalan hak plasma masyarakat seluas 30% dari 4.360 ha lahan yang diserahkan oleh ninik mamak, PT AMP harus tunduk pada keputusan Bupati Agam. Selain itu, pada tanggal 6 Desember 2021 salah seorang ninik mamak dari Nagari Bawan juga menggugat PT AMP dan 15 tergugat lainnya di Pengadilan Negeri Lubuk Basung, dimana gugatan tersebut berkaitan dengan HGU No 11 tahun 2004.