PT Bina Pratama Sakato Jaya adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam incasi raya group. Perusahaan ini memiliki IUP No HK.350/462/Bun-5/VI/01 dengan luas lahan 5.000 ha dan HGU dengan nomor 12/HGU/BPN-1999 untuk lahan seluas 4.095,73 ha. Pada rentang tahun 1992-1993 perusahaan mulai melakukan pembebasan tanah dan kemudian dilanjutkan dengan proses land clearing. Sebagian dari lahan perkebunan perusahaan berasal dari tanah ulayat. Pemanfaafatan tanah ulayat untuk perkebunan kelapa sawit oleh PT Bina Pratama sakato Jaya memicu konflik sebagai berikut :
Konflik dengan masyarakat Kampung Surau
Pada tanggal 24 April 1993, Ninik Mamak Kampung Surau Nagari Gunung Selasih menyerahkan tanah ulayat mereka seluas 1.000 ha untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit PT Bina Pratama Sakato Jaya. Dalam dokumen penyerahan tanah ulayat tersebut dicantumkan kesepakatan bahwa dari 1.000 ha tanah ulayat yang diserahkan, 70% akan dibangunkan kelapa sawit untuk masyarakat (anak angkat), 20% untuk perusahaan (bapak angkat) dan 10% untuk pemerintah daerah. Namun, setelah perkebunan kelapa sawit dibangun, plasma untuk masyarakat kampung surau seluas 700 ha sesuai kesepakatan tidak pernah direalisasikan. Masyarakat kampung surau mulai menuntut perusahaan untuk menyerahkan hak kebun plasma masyarakat. Pihak perusahaan kemudian meminta ninik mamak menyediakan lahan baru, akhirnya diserahkan lagi lahan seluas 800 ha untuk dibangunkan kebun plasma, namun lahan tersebut juga dimasukkan kedalam kebun inti oleh pihak perusahaan. Tidak terima, masyarakat terus berjuang. Sekitar bulan juli tahun 2000, masyarakat kampung surau melakukan panen massal di areal perkebunan kelapa sawit selama 1 bulan. Akhirnya, konflik tersebut di mediasi oleh Polda Sumatera Barat. Kesepakatan mediasi memutuskan bahwa ninik mamak dan masyarakat kampung surau akan dibuatkan kebun plasma seluas 350 ha dengan syarat disediakan lahan baru diluar lahan yang telah diserahkan seluas 1.000 ha dan 800 ha sebelumnya. Kebun plasma ini kemudian terealisasi seluas 320 ha. Masyarakat dibebani biaya Rp. 12.000.000,-/ha sebagai biaya pembangunan kebun.
Bagi ninik mamak dan masyarakat kampung surau, 320 kebun plasma tersebut tidak seiimbang dan tidak sesuai dengan komitmen/kesepakatan penyerahan tanah ulayat untuk kebun sawit perusahaan. Masyarakat terus menuntut realisasi 70% kebun plasma dari total tanah ulayat yang telah diserahkan. Dalam perjuangannya, masyarakat pernah dibantu oleh LSM Mamak Ranah Minang dan Majelis Tinggi Kerapatan Adat Minangkabau. Masyarakat melaporkan keluhan mereka kepada DPRD Provinsi Sumatera Barat, Pemda Dharmasraya dan Badan Pertanahan. Namun upaya-upaya yang dilakukan masyarakat kampung surau belum membuahkan hasil.
Konflik dengan Suku Melayu Tangah Balukau Dalam Timpeh
Suku Melayu Tangah Balukau Dalam Timpeh menuntut PT Bina Pratama Sakato Jaya mengembalikan tanah ulayat seluas 2.670 ha sesuai dengan perjanjian dan kesepakatan yang dibuat oleh keduabelah pihak pada tanggal 5 maret 1993. Melalui perjanjian tersebut disepakati, suku melayu tangah balukau dalam timpeh menyerahkan tanah ulayat kaum untuk dibangun perkebunan kelapa sawit, rumah karyawan dan pabrik kelapa sawit tanpa ganti rugi atau imbalan hingga 5 maret 2013. Setelah itu, maka tanah beserta semua asset yang ada diatasnya akan dikembalikan kepada suku melayu tangah balukau dalam timpeh. Setelah perjanjian berakhir pada tanggal 5 maret 2013, suku melayu tangah meminta perusahaan memenuhi perjanjian. Namun, pihak perusahaan tidak bersedia dengan alasan bahwa mereka merupakan perusahan yang memiliki izin resmi dari pemerintah dan memiliki HGU dalam mengelola perkebunan kelapa sawit. Sekitar lebih kurang 200 orang anggota suku melayu tangah menjadi kehilangan manfaat dari penguasaan tanah ulayat mereka oleh pihak perusahaan.
Suku melayu tangah balukau dalam timpeh, akhirnya menggugat (2014) perusahaan melalui Pengadilan Negeri Sijunjung atas perbuatan wanprestasi perjanjian 5 maret 1993. Namun, putusan pengadilan menyatakan gugatan suku melayu tangah balukau dalam timpe dinyatakan tidak dapat diterima. Selanjutnya, suku melayu melaporkan perusahaan kepada Polda Sumatera Barat atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Namun, sesuai surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan perkara nomor : SP2HP/150/V/2018/Ditreskrimum tanggal 23 Mei 2018, penyidik polda menyimpulkan bahwa perkara yang dilaporkan belum memenuhi unsur pidana penipuan dan penggelapan serta belum bisa ditingkatkan ke proses penyidikan.
Selain menggugat perusahaan ke Pengadilan Negeri dan melaporkannya ke Polda Sumatera Barat, pada tanggal 14-15 Mei 2018, suku melayu tangah juga melakukan aksi demontrasi ke kantor Incasi Raya di Kota Padang. Sekitar 150 orang anggota suku melayu tangah terlibat langsung dalam aksi demonstrasi, mereka menuntut
pihak perusahaan memenuhi perjanjian. Tuntutan masyarakat belum dipenuhi oleh pihak perusahaan. Meskipun demikian, suku melayu tangah masih berupaya mencari jalan untuk pengembalian tanah ulayat mereka yang telah dikuasai oleh pihak perusahaan tersebut.