PT Primatama Mulya Jaya (PT PMJ) adalah perusahaan perkebunan sawit anak perusahaan wilmar yang memiliki Izin Usaha Perkebunan No 26/Menhutbun- VII/2000 tanggal 10 Maret 2000 untuk lahan seluas 1.940 ha. Proses pembebasan tanah telah dimulai oleh pihak perusahaan sejak tahun 1996 dan setahun setelahnya proses land clearing dimulai. Sementara untuk HGU perusahaan keluar pada tahun 1997-1998. Dalam perjalaannya, PT PMJ berkonflik dengan beberapa kelompok masyarakat.
Konflik dengan Kelompok Tani Karya Saiyo
PT Primatama Mulya Jaya disinyalir terlibat pada penguasan lahan seluas 874 ha milik kelompok tani karya saiyo secara tidak sah. Lahan perkebunan tersebut pada awalnya merupakan tanah ulayat yang telah diserahkan oleh ninik mamak kinali yaitu ninik mamak kampung pisang yang juga disetujui oleh ninik mamak kampung rambah kepada kelompok tani karya saiyo. Proses penyerahan tanah tersebut terekam dalam surat keputusan ninik mamak pemegang ulayat tanggal 22 juli 1999. Selain itu, Badan Pertanahan Nasional melalui surat nomor 630/147/BPN/2008 menegaskan bahwa kelompok tani karya saiyo memiliki 437 sertifikat pada lahan seluas 874 ha yang terletak di Jorong Ampek Koto Nagari Kinali. Tetapi, lahan tersebut dikuasai oleh pihak perusahaan tanpa ada kejelasan hak dan distribusi manfaat terhadap lebih kurang 400 orang anggota kelompok tani karya saiyo. Berbagai upaya seperti pendudukan lahan dan permintaan fasilitasi penyelesaian konflik ke Pemerintah Daerah Pasaman Barat telah ditempuh, namun belum menyelesaikan persoalan. Kelompok Tani Karya Saiyo menuntut agar pihak perusahaan memberikan kontribusi dalam bentuk plasma, atau lahan tersebut dibeli/diganti oleh perusahan. Namun, perusahaan belum bersedia memenuhi tuntutan kelompok tani karya saiyo.
Konflik dengan Petani Bungo Tanjung Sungai Talang Nagari Koto Baru
PT Primatama Mulya Jaya menguasai lahan Petani Bungo Tanjug Sungai Talang Nagari Koto Baru seluas 60 ha. Sehingga, lebih kurang 30 KK Petani menjadi korban. Mereka dilarang mengolah lahan dan memanen sawit oleh pihak perusahaan. Padahal petani memiliki bukti kepemilikan tanah secara adat sesuai dengan Surat Keputusan Adat Nagari Koto Baru dan Surat Keterangan Walingari Koto Baru. Perusahaan hadir dan menguasai lahan petani. Karena itu, petani yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia Basis Bungo Tanjung berjuang menuntut perusahaan mengembalikan lahan petani. Pada tahun 2014, masyarakat telah melaporkan pihak perusahaan kepada Pemda Pasaman Barat dan Polres Pasaman Barat. Mediasi yang difasilitasi oleh Polres Pasaman Barat (2014) tidak dihadiri oleh pihak perusahaan, sehingga upaya penyelesaian konflik diluar
pengadilan gagal dilakukan. Pada bulan mei tahun 2015, petani melakukan aksi protes dengan demonstrasi ke perusahaan, menuntut agar perusahan mengembalikan lahan petani. Namun, tuntutan petani juga tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Pada tahun 2015, perwakilan petani juga menggugat perusahaan Pengadilan Negeri Pasaman Barat, namun putusan pengadilan menyatakan gugatan petani tidak dapat diterima.